Saturday, September 30, 2006

Catatan Kenangan dari Kepulauan Seribu


(keterangan foto: Benteng Martello di Pulau Kelor--Kepulauan Seribu)


Di Teluk Jakarta, Kepulauan Seribu banyak diserbu para wisatawan domestik dan mancanegara. Di sana ada Pulau Onrust, Pulau Bidadari, Pulau Cipir, dan Pulau Kelor yang menarik untuk dilirik. Pulau-pulau ini mengajak kita untuk sejenak menjauh dari segala hiruk pikuk kota Jakarta.

Menyeberang sedikit dari Jakarta, kita bisa melihat nuansa yang jauh berbeda. Lebih bersih dan indah. Lihat saja air lautnya yang masih biru jernih itu. Udara di sana pun jauh dari segala macam polusi. Berwisata bahari kelilingi beberapa pulau di Kepulauan Seribu ini, akan memberi catatan ingatan tersendiri.

“Jangan sekali-kali melupakan sejarah,” begitulah kira-kira bunyi kalimat himbauan dari Asep Kambali, Ketua KPSBI-Historia yang kali itu memandu perjalanan wisata bahari dan bercerita banyak tentang sejarah yang ada di pulau-pulau itu.

Pulau Onrust yang Tak Pernah Istirahat
Pulau Onrust terletak di wilayah Teluk Jakarta, termasuk dalam Kabupaten Kepulauan Seribu. Konon menurut cerita, pulau ini menjadi tempat peristirahatan/tempat plesiran raja-raja dari Banten. Udaranya yang sejuk, dan pohon-pohon yang rindang serta pemandangan pantai yang indah, membuat tempat ini sering dikunjungi kaum Kerajaan Banten tempo dulu.

Pada abad ke-17, pulau ini adalah tempat bongkar muat kapal dagang kaum VOC. Beras, gula, rempah-rempah, dan lain-lain, diangkut di pelabuhan kapal ini. Pulau ini begitu sibuknya, hingga diberi nama onrust. Artinya, pulau yang tidak beristirahat.

Banyaknya kapal yang berlabuh di pulau ini, membuat Pulau Onrust juga dikenal dengan nama Pulau Kapal. Menurut beberapa catatan sejarah, pada abad ke-17 tempat ini ramai dikunjungi kapal-kapal dagang. Banyak pula bangunan yang berdiri di tanah ini. Diantaranya adalah kincir angin yang besar, berfungsi sebagai penunjang kekuatan mesin pemotong kayu pada zaman itu.

Bangunan bekas gudang-gudang penyimpanan barang milik VOC, pos keamanan, tanggul-tanggul buatan Belanda, dan lain-lain, kini hanya berupa puing-puingnya saja.

Dari puing-puing inilah, para ahli sejarah mencatat bahwa Pulau Onrust beserta isinya pernah dibombardir oleh serangan tentara Inggris dalam beberapa periode, tahun 1800, 1806, dan 1810. Pemerintah Belanda membangun kembali dan memperbaiki beberapa sarana yang rusak. Namun gelombang tidal dari letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883, memporak-porandakan seluruh bangunan yang ada di Pulau Onrust, Pulau Bidadari dan Pulau Kelor.

Lalu pada tahun 1911, di Pulau Onrust didirikan asrama dan karantina jemaah haji. Pada jaman penjajahan Jepang di Indonesia, pulau Onrust menjadi penjara bagi para penjahat kelas berat.Dan sejak tahun 1972, ditetapkan bahwa Pulau Onrust adalah pulau yang dilestarikan menurut SK pemerintah.

Di Pulau Onrust, pengunjung dapat menikmati keindahan laut dan melihat banyak peninggalan sejarah yang tersebar di hampir seluruh wilayah pulau ini. Beberapa pondasi dan puing-puing bangunan bekas barak karantina jemaah haji, bangunan bekas penjara jaman penjajahan Jepang, makam keramat, dan beberapa makam kuno Belanda.

Sebagian peninggalan sejarah, disimpan di dalam Museum Pulau Onrust yang letaknya tak jauh dari Menara Keker dan Loket Karcis masuk. Setiap orang yang ingin berkunjung ke Pulau Onrust, cukup membayar Rp 2.000,-.

Di tempat ini ada beberapa warung yang bisa menunjang beberapa kebutuhan pokok para pengunjung. Ada pula sebuah ruangan bangunan berdesain Eropa, bekas Dapur Umum peninggalan tahun 1911 dan dapat disewa bagi para kelompok wisatawan yang ingin menginap di sana. Biayanya relatif murah. Rp 750.000,- per harinya, dengan daya tampung hingga lebih dari 30 orang.

Sisa Jejak Bersejarah di Pulau Bidadari
Tak jauh dari Pulau Onrust, perjalanan wisata bisa diteruskan menuju ke Pulau Bidadari. Jarak tempuh dari Pulau Onrust ke tempat ini, hanya membutuhkan 15 menit dengan menggunakan transportasi laut.

Di Pulau Bidadari, juga terdapat “jejak-jejak” sejarah yang dikenal dengan nama Benteng Martello. Salah satu peninggalan zaman VOC yang diperkirakan telah berdiri di sana sejak abad ke-17. Uniknya, jalan masuk menuju ke dalam benteng ini belum ditemukan hingga sekarang. Pihak Pulau Bidadari Resort sebagai salah satu pihak yang ikut merawat peninggalan bersejarah ini, akhirnya membuatkan tangga khusus bagi para pengunjung yang ingin masuk dan melihat desain bangunan Benteng Martello dari dalam. Konon, benteng ini adalah benteng pengintai yang berdesain Perancis.

Sekarang, pulau ini terkenal dengan nama Pulau Bidadari. Di tempat ini berdiri sebuah resort di atas air laut. Terkenal dengan sebutan floating cottage. Desain rumah-rumah panggung ini mirip dengan perkampungan nelayan di Minahasa. Tersedia pula fasilitas untuk aneka olahraga air (jet ski, diving, dll).

Ada banyak pengunjung yang telah datang ke tempat ini. Tak hanya pulau dengan pesona pantainya yang indah, tetapi juga cerita dan peninggalan sejarah yang ada di sana menjadi catatan menarik bagi semua yang ingin datang ke sana. Biasanya, para tamu yang datang kesana dapat membayarkan tanda masuk ke pulau bidadari ini dengan harga Rp 25.000,- per orang.

Jembatan Ponton dan Meriam Kuno Berusia 300 Tahun
Pulau Cipir, adalah pulau yang juga menjadi tempat karantina jemaah haji pada tahun 1911 s/d 1933. Yang tampak di sana sekarang, adalah beberapa puing bangunan berusia tua. Diantaranya adalah barak haji dan bangunan bekas rumah sakit, tempat penampungan bagi para jemaah haji yang terkena penyakit menular pada waktu itu. Selain itu, di Pulau Cipir kita bisa melihat beberapa meriam kuno yang dulunya berfungsi sebagai senjata yang ditaruh di lambung-lambung kapal. Meriam ini adalah meriam kuno buatan Belgia yang diperkiraan sebagai salah satu peninggalan zaman VOC, yang berumur lebih dari 300 tahun.

Di dekat dermaga kecilnya, dibangun Loket Karcis Masuk yang lebih sering tak dijaga. Agak masuk ke dalam pulau, berdiri sebuah tugu dengan bentuk yang unik. Tugu ini diperkirakan dibuat pada tahun 1990-an oleh Dinas Pariwisata setempat.

Dari pulau ini, kita bisa memandang Pulau Onrust dan Pulau Bidadari di seberangnya. Di ujung Pulau Cipir, terdapat beberapa pondasi Jembatan Ponton. Peninggalan bersejarah ini, diperkirakan telah ada sejak tahun 1911. Jika air laut sedang surut, akan tampaklah susunan batu bata merah yang menjadi struktur bangunan pondasi dermaga kecil yang dulunya digunakan untuk menerima kedatangan para jemaah haji yang akan dikarantina di pulau ini.

Luas pulau ini sekitar 6 hektar. Letaknya berdampingan tak jauh dari Pulau Bidadari dan Pulau Onrust. Pulau Cipir juga disebut dengan nama Pulau Kahyangan atau Nirwana. Di sana hanya ada warung Pak Husein, penduduk asli Jakarta yang telah menempati dan turut merawat Pulau Cipir sejak tahun 1983.

Pulau Cipir, begitu indah namun tak ada sarana penginapan yang tersedia di sini. Jika tetap ingin bermalam di sana, dianjurkan untuk melengkapi perbekalan dengan tenda dan peralatan camping yang cukup.

Eloknya Pantai Kecil di Pulau Kelor
Dari Pulau Onrust, Pulau Kelor tak terlalu terlihat jelas. Pulau ini berukuran luas paling kecil daripada Pulau Onrust, Pulau Bidadari, dan Pulau Cipir. Pulau Kelor memiliki luas sekitar 3 hektar. Dari dermaga kecil tempat merapatnya kapal motor yang biasa ditumpangi pengunjung, kita bisa langsung melihat bangunan Benteng Martello yang berdiri tegak di sana.

Jangan heran, karena selain di Pulau Bidadari, Benteng Martello juga dibangun oleh kaum VOC di pulau ini. Desainnya hampir sebangun dengan yang ada di Pulau Bidadari. Bentuknya juga melingkar. Namun dari beberapa pondasi yang ada di sekitarnya, diperkirakan Benteng Martello yang ada di Pulau Kelor lebih besar dan lebih luas daripada Benteng Martello yang ada di Pulau Bidadari.

Sisa bangunan Benteng Martello yang masih berdiri di Pulau Kelor adalah ruang bagian tengah benteng. Sedangkan dinding benteng lingkar luarnya telah porak poranda akibat gelombang tidal dari letusan Gunung Krakatau.

Pulau kecil ini tak berpenghuni. Tak ada warung, tak ada pondok, dan tak ada sarana penginapan di sana. Menurut penuturan orang-orang yang berdiam di Pulau Onrust, dianjurkan untuk tidak menginap di Pulau Kelor karena anginnya bertiup sangat kencang.

Pulau Kelor, tetap patut menjadi pilihan tempat untuk dikunjungi. Dari tempat ini, Anda bisa menikmati pemandangan matahari terbit dan pantai yang indah. Di pasir-pasir tepi pantainya ada banyak rumah-rumah kerang berwarna-warni yang bisa kita pilih untuk jadi cinderamata yang mengembalikan ingatan kita tentang Pulau Kelor dan pantai kecilnya ini.


Tips perjalanan :
Untuk melakukan perjalanan ke pulau-pulau ini, dianjurkan agar memilih waktu pada musim kemarau (bulan Januari s/d Agustus) untuk menghindari cuaca buruk dan gelombang laut yang cukup besar.

Menuju Pulau Onrust, pengunjung punya tiga pilihan pelabuhan. Pelabuhan Marina Ancol, Pelabuhan Angke, dan Pelabuhan Muara Kamal (Jakarta Utara). Yang terdekat dengan Pulau Onrust adalah Pelabuhan Mura Kamal. Disana, ada kapal motor yang dapat disewa untuk pergi berkelompok menuju Pulau Onrust dengan jarak tempuh sekitar 30 menit s/d 45 menit. Biaya sewanya Rp 500.000,- s/d Rp 600.000,- perhari, untuk kapasitas 30 orang s/d 40 orang penumpang.

Perjalanan ke Pulau Onrust, lebih baik dilakukan sebelum waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB, sebelum gelombang laut membesar. Sedangkan dari Pulau Onrust menuju ke Pulau Bidadari dan Pulau Cipir, akan sangat menarik dilakukan pada saat hari masih terang dan cerah.
Untuk menikmati matahari terbit dan pemandangan yang indah di sana, lebih baik jika kita berkunjung ke Pulau Kelor pada saat waktu menunjukkan pukul 05.30 WIB atau sebelum pukul 08.00 WIB. Karena kapal motor akan makin sulit merapat di dermaga kecilnya jika waktu telah lebih dari pukul 09.00 WIB.

(Tulisan ini telah dimuat di sebuah majalah pariwisata yang berkantor di Jakarta)


Writer : Ayu N. Andini
Photo by Ayu N. Andini

1 comment:

4nnaz said...

keren bnget lam knal mbak....