Wednesday, August 23, 2006
Kunjungan dari Gotheborg
Sejak kedatangannya di Jakarta, Kapal Götheborg telah menarik perhatian segenap masyarakat Indonesia. Pelayaran napak tilas ini mengundang banyak wisatawan datang untuk memandangi dari dekat, replika kapal Götheborg yang berusia 250 tahun lebih. Momen yang tidak setiap tahun bisa dinikmati di Indonesia.
Sebagai bagian dari hubungan sejarah Indonesia dan Swedia, Kapal Götheborg merapat di pelabuhan Tanjung Priok sejak tanggal 18 Juni 2006 dalam rangka peringatan napak tilas jalur sejarah perjalanannya. Kapal yang sudah mengarungi seluruh Afrika dan Asia ini, pernah singgah di pelabuhan Sunda Kelapa-Batavia (sekarang disebut sebagai pelabuhan Tanjung Priok). Persinggahannya pada awal abad ke-19 di Sunda Kelapa, merupakan rangkaian perjalanan niaganya ke Tiongkok. Kapal ini merapat di pelabuhan Göthenburgers di Swedia. Lalu kemudian orang-orang di sana menyebutnya dengan nama Götheborg. Setelah berlayar ke beberapa samudera selama 2 tahun, kapal ini mengalami kerusakan hingga akhirnya tenggelam sebelum bisa merapat di pelabuhan Skandinavia. Kini, yang merapat di pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta adalah replika dari kapal Götheborg, dengan desain modern dan bentuk yang mirip dengan yang asli.
Kapal Götheborg, Dulu dan Sekarang
Menurut beberapa catatan sejarah, kapal Götheborg yang pertama, dibuat pada tahun 1738 di Terra Nova, sebuah tempat pembuatan kapal di Stockholm-Inggris. Kapal ini diberi nama East Indiaman Götheborg. Napak tilas yang akan ditempuh dalam perjalanannya tahun ini, dibuat berdasarkan jalur perjalanan niaga yang pernah dilewati selama awal abad ke-19. Dalam perjalanannya, kapal ini telah singgah di Cadiz- Spanyol pada pertengahan November tahun lalu. Pelabuhan-pelabuhan berikutnya yang termasuk dalam jalur napak tilasnya adalah Recife di Brazil, Cape Town dan Port Elizabeth di Afrika timur. Pada pelayarannya menuju ke Canton (Guangzhou) di Tiongkok, kapal ini singgah di Sunda Kelapa- Jakarta dan di pelabuhan Fremantle di Austalia. Mengulangi jalur pelayarannya, Götheborg yang telah pernah merapat di Batavia, pada bulan Juli 2006 lalu, berkunjung ke Jakarta selama sepekan penuh sebelum menuju ke Guangzhou. Kapal Götheborg ini, dibuat dengan desain bentuk yang dibuat sangat mirip dengan desain yang asli. Joakim Severinson, salah seorang pakar pembuat kapal di Swedia, telah terlibat dalam proses pencarian artefak kapal Götheborg dan menyusun riset serta penelitiannya selama hampir delapan belas tahun hingga akhirnya ia membuat drawing kapal ini secara lengkap dan utuh selama dua tahun penuh dan rampung pada tahun 1995. Joakim pula yang bertanggungjawab dalam proses pembuatan replika kapal Götheborg yang kini berlayar ke lebih dari lima negara. Kapal yang berbahan utama kayu dari pohon oak dan pinus ini, membutuhkan waktu 10 tahun untuk proses pembuatan. Hingga akhirnya pada tanggal 2 Oktober 2005 lalu, kapal ini berlayar dari pelabuhan Swedia untuk melakukan perjalanan napak tilasnya ke Tiongkok. Momen ini disaksikan oleh seluruh keluarga Kerajaan Swedia dan ribuan orang. Berlabuhnya East Indiaman Götheborg di pulau Jawa tempo dulu, mengangkut banyak hasil bumi dari Indonesia. Selain rempah-rempah, beberapa galon air tawar bersih, berbagai buah-buahan dan sayuran-sayuran segar pun masuk ke dalam kargo kapal. Sedangkan dari Tiongkok, mereka mengangkut banyak sutra, perangkat makan dari keramik, dan teh. Namun sekarang, kapal Götheborg memuat 80 orang kru yang terdiri dari 20 orang awak kapal tetap, 50 relawan, dan 10 orang ilmuwan dan wartawan dari beberapa negara termasuk dari Indonesia. Jika pada sejarah lampaunya kapal ini berfungsi sebagai kapal perang dan kapal dagang, kini fungsinya telah beralih. “For now, we didn’t brought any cargo, because this ship is a friend-ships,” ucap Peter Kaalin, Kapten Kapal Götheborg yang siang itu (22/6) menemani TC berwisata di Kapal Götheborg. Kali ini, Kapal Götheborg menjadi simbol tradisi dan budaya Swedia, sekaligus media untuk mempererat jalinan persahabatan Swedia dengan seluruh dunia.
Berwisata di Kapal Götheborg
Kapal Götheborg yang asli memang telah tenggelam ratusan tahun yang lalu, tapi sejarah tentangnya tak pernah ikut mati. Ketika para penyelam menemukan beberapa peninggalan kapal ini di bawah kedalaman laut di perairan Skandinavia pada bulan Desember 1984 lalu, maka sejak itulah proyek penelitian sejarah kapal ini dilakukan. Fisik kapal yang dominan terbuat dari kayu, bentuknya tetap dipertahankan hingga sekarang. Tinggi permukaan badan kapal yang tampak, mencapai lebih dari 5 meter. Dari data yang diperoleh, badan kapal yang sebagian lagi berada sejauh 5,25 meter di bawah permukaan air. Pada setiap dek, ada nama yang berbeda. Dek yang menjadi area wisata pengunjung adalah sun deck, weather deck, dan gun deck. Pertama kali, kaki akan menapak pada bagian weather deck. Karena dek ini adalah dek yang pertama dijangkau tangga dari tepi pelabuhan. Pada weather deck, terdapat tiga tiang utama yang besar dan kokoh. Tingginya mencapai 47 meter dari permukaan air. Menurut penuturan salah satu awak kapal, tiang ini terbuat dari kayu-kayu pinus. Ukurannya dibuat sesuai dengan desain aslinya. Kapal ini juga membentangkan layar-layar yang ukurannya mencapai 2000m². Layar-layar yang berwarna putih gading ini terbuat dari kain linen tebal tahan sobek yang dibentuk dengan jahitan manual (tangan). Pada dek yang sama, diapit diantara ruang kapten dan ruang navigasi, terdapat ruang terbuka untuk kemudi kapal. Di sana, ada satu alat kemudi yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari dari kayu berukir. Disebut steering wheel. Desainnya dibuat sangat sederhana, tanpa sistem hidrolyc. Jika cuaca sedang buruk, butuh empat orang kru kapal untuk memegang kemudi ini.
Martin Wallin, salah satu awak kapal latih, menuturkan bahwa mengendalikan steering wheel ini juga berpedoman pada arah angin. Juru kemudinya akan selalu melihat angka yang tertera pada mesin digital yang terpasang di palang kayu, dan melihat penunjuk arah angin dan cuaca pada sebuah papan kuno di dinding kiri dekat kemudi. Alat penunjuk cuaca dan arah angin ini, memang tampak sangat kuno. Di papannya tertera angka-angka romawi dan beberapa jejak lubang paku yang kosong. Konon, ini peninggalan dari budaya orang-orang Indian yang telah lama dipakai juga di atas kapal Götheborg. Berjalan ke arah hulu kapal, selain terdapat dua sekoci kayu, ada sebuah palang yang setiap pinnya telah membelit utas-utas tali layar yang tebal. Ini disebut, pin rail. Tempat tali-tali layar kapal diikatkan. Semakin ke ujung pangkal kapal, terdapat bel yang digantung dipalang kayu berwarna merah. Bel ini disebut, ship’s bell. Akan dibunyikan sebagai tanda kapal mulai berlayar dan tiba di pelabuhan. Agak naik ke sun deck yang terletak paling atas, di sana terdapat kompas berdiameter 30 cm. Sesuai dengan sebutannya, di dek ini sinar matahari dan angin laut akan segera menerpa siapa pun yang berdiri di sana. Perjalanan menengok kapal berusia 250 tahun ini, tidak terhenti sampai di sana. Pengunjung diajak menengok 10 buah meriam di ruang gun deck. Meriam dengan berat masing-masing 700 kg ini tidak digunakan sesuai fungsinya. Hanya untuk ditengok saja. Ruangan ini lebih banyak berfungsi sebagai ruang duduk dan ruang makan para awak kapal. Dari salah satu bilik kayu yang ada di dalamnya, terdapat mesin kapal dengan desain modern. Didukung oleh 2 Volvo penta diesel engine (with out put 1100hp), kapal ini mampu melaju dengan kecepatan hingga 17 knots. Area wisata ini dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu (pukul 10.00 WIB s/d 18.00 WIB) semenjak sepekan kedatangannya di Tanjung Priok – Jakarta. Sebelum memasuki kapal Götheborg, masih ada yang patut dikunjungi semacam acara pengantar. Acara pameran ini memampang sejarah kapal Götheborg di papan berderet panjang lengkap dengan lukisan dan foto-foto klasik abad ke-18. Semuanya bisa dinikmati dengan GRATIS. Momen yang tidak setiap tahun bisa dikunjungi ini, telah menjadi peristiwa pariwisata yang unik bagi perayaaan ulang tahun ke-479 kota Jakarta yang telah lalu.
(Tulisan ini telah dimuat di sebuah majalah wisata yang berkantor di Jakarta)
Writer: Ayu N.Andini
Sebagai bagian dari hubungan sejarah Indonesia dan Swedia, Kapal Götheborg merapat di pelabuhan Tanjung Priok sejak tanggal 18 Juni 2006 dalam rangka peringatan napak tilas jalur sejarah perjalanannya. Kapal yang sudah mengarungi seluruh Afrika dan Asia ini, pernah singgah di pelabuhan Sunda Kelapa-Batavia (sekarang disebut sebagai pelabuhan Tanjung Priok). Persinggahannya pada awal abad ke-19 di Sunda Kelapa, merupakan rangkaian perjalanan niaganya ke Tiongkok. Kapal ini merapat di pelabuhan Göthenburgers di Swedia. Lalu kemudian orang-orang di sana menyebutnya dengan nama Götheborg. Setelah berlayar ke beberapa samudera selama 2 tahun, kapal ini mengalami kerusakan hingga akhirnya tenggelam sebelum bisa merapat di pelabuhan Skandinavia. Kini, yang merapat di pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta adalah replika dari kapal Götheborg, dengan desain modern dan bentuk yang mirip dengan yang asli.
Kapal Götheborg, Dulu dan Sekarang
Menurut beberapa catatan sejarah, kapal Götheborg yang pertama, dibuat pada tahun 1738 di Terra Nova, sebuah tempat pembuatan kapal di Stockholm-Inggris. Kapal ini diberi nama East Indiaman Götheborg. Napak tilas yang akan ditempuh dalam perjalanannya tahun ini, dibuat berdasarkan jalur perjalanan niaga yang pernah dilewati selama awal abad ke-19. Dalam perjalanannya, kapal ini telah singgah di Cadiz- Spanyol pada pertengahan November tahun lalu. Pelabuhan-pelabuhan berikutnya yang termasuk dalam jalur napak tilasnya adalah Recife di Brazil, Cape Town dan Port Elizabeth di Afrika timur. Pada pelayarannya menuju ke Canton (Guangzhou) di Tiongkok, kapal ini singgah di Sunda Kelapa- Jakarta dan di pelabuhan Fremantle di Austalia. Mengulangi jalur pelayarannya, Götheborg yang telah pernah merapat di Batavia, pada bulan Juli 2006 lalu, berkunjung ke Jakarta selama sepekan penuh sebelum menuju ke Guangzhou. Kapal Götheborg ini, dibuat dengan desain bentuk yang dibuat sangat mirip dengan desain yang asli. Joakim Severinson, salah seorang pakar pembuat kapal di Swedia, telah terlibat dalam proses pencarian artefak kapal Götheborg dan menyusun riset serta penelitiannya selama hampir delapan belas tahun hingga akhirnya ia membuat drawing kapal ini secara lengkap dan utuh selama dua tahun penuh dan rampung pada tahun 1995. Joakim pula yang bertanggungjawab dalam proses pembuatan replika kapal Götheborg yang kini berlayar ke lebih dari lima negara. Kapal yang berbahan utama kayu dari pohon oak dan pinus ini, membutuhkan waktu 10 tahun untuk proses pembuatan. Hingga akhirnya pada tanggal 2 Oktober 2005 lalu, kapal ini berlayar dari pelabuhan Swedia untuk melakukan perjalanan napak tilasnya ke Tiongkok. Momen ini disaksikan oleh seluruh keluarga Kerajaan Swedia dan ribuan orang. Berlabuhnya East Indiaman Götheborg di pulau Jawa tempo dulu, mengangkut banyak hasil bumi dari Indonesia. Selain rempah-rempah, beberapa galon air tawar bersih, berbagai buah-buahan dan sayuran-sayuran segar pun masuk ke dalam kargo kapal. Sedangkan dari Tiongkok, mereka mengangkut banyak sutra, perangkat makan dari keramik, dan teh. Namun sekarang, kapal Götheborg memuat 80 orang kru yang terdiri dari 20 orang awak kapal tetap, 50 relawan, dan 10 orang ilmuwan dan wartawan dari beberapa negara termasuk dari Indonesia. Jika pada sejarah lampaunya kapal ini berfungsi sebagai kapal perang dan kapal dagang, kini fungsinya telah beralih. “For now, we didn’t brought any cargo, because this ship is a friend-ships,” ucap Peter Kaalin, Kapten Kapal Götheborg yang siang itu (22/6) menemani TC berwisata di Kapal Götheborg. Kali ini, Kapal Götheborg menjadi simbol tradisi dan budaya Swedia, sekaligus media untuk mempererat jalinan persahabatan Swedia dengan seluruh dunia.
Berwisata di Kapal Götheborg
Kapal Götheborg yang asli memang telah tenggelam ratusan tahun yang lalu, tapi sejarah tentangnya tak pernah ikut mati. Ketika para penyelam menemukan beberapa peninggalan kapal ini di bawah kedalaman laut di perairan Skandinavia pada bulan Desember 1984 lalu, maka sejak itulah proyek penelitian sejarah kapal ini dilakukan. Fisik kapal yang dominan terbuat dari kayu, bentuknya tetap dipertahankan hingga sekarang. Tinggi permukaan badan kapal yang tampak, mencapai lebih dari 5 meter. Dari data yang diperoleh, badan kapal yang sebagian lagi berada sejauh 5,25 meter di bawah permukaan air. Pada setiap dek, ada nama yang berbeda. Dek yang menjadi area wisata pengunjung adalah sun deck, weather deck, dan gun deck. Pertama kali, kaki akan menapak pada bagian weather deck. Karena dek ini adalah dek yang pertama dijangkau tangga dari tepi pelabuhan. Pada weather deck, terdapat tiga tiang utama yang besar dan kokoh. Tingginya mencapai 47 meter dari permukaan air. Menurut penuturan salah satu awak kapal, tiang ini terbuat dari kayu-kayu pinus. Ukurannya dibuat sesuai dengan desain aslinya. Kapal ini juga membentangkan layar-layar yang ukurannya mencapai 2000m². Layar-layar yang berwarna putih gading ini terbuat dari kain linen tebal tahan sobek yang dibentuk dengan jahitan manual (tangan). Pada dek yang sama, diapit diantara ruang kapten dan ruang navigasi, terdapat ruang terbuka untuk kemudi kapal. Di sana, ada satu alat kemudi yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari dari kayu berukir. Disebut steering wheel. Desainnya dibuat sangat sederhana, tanpa sistem hidrolyc. Jika cuaca sedang buruk, butuh empat orang kru kapal untuk memegang kemudi ini.
Martin Wallin, salah satu awak kapal latih, menuturkan bahwa mengendalikan steering wheel ini juga berpedoman pada arah angin. Juru kemudinya akan selalu melihat angka yang tertera pada mesin digital yang terpasang di palang kayu, dan melihat penunjuk arah angin dan cuaca pada sebuah papan kuno di dinding kiri dekat kemudi. Alat penunjuk cuaca dan arah angin ini, memang tampak sangat kuno. Di papannya tertera angka-angka romawi dan beberapa jejak lubang paku yang kosong. Konon, ini peninggalan dari budaya orang-orang Indian yang telah lama dipakai juga di atas kapal Götheborg. Berjalan ke arah hulu kapal, selain terdapat dua sekoci kayu, ada sebuah palang yang setiap pinnya telah membelit utas-utas tali layar yang tebal. Ini disebut, pin rail. Tempat tali-tali layar kapal diikatkan. Semakin ke ujung pangkal kapal, terdapat bel yang digantung dipalang kayu berwarna merah. Bel ini disebut, ship’s bell. Akan dibunyikan sebagai tanda kapal mulai berlayar dan tiba di pelabuhan. Agak naik ke sun deck yang terletak paling atas, di sana terdapat kompas berdiameter 30 cm. Sesuai dengan sebutannya, di dek ini sinar matahari dan angin laut akan segera menerpa siapa pun yang berdiri di sana. Perjalanan menengok kapal berusia 250 tahun ini, tidak terhenti sampai di sana. Pengunjung diajak menengok 10 buah meriam di ruang gun deck. Meriam dengan berat masing-masing 700 kg ini tidak digunakan sesuai fungsinya. Hanya untuk ditengok saja. Ruangan ini lebih banyak berfungsi sebagai ruang duduk dan ruang makan para awak kapal. Dari salah satu bilik kayu yang ada di dalamnya, terdapat mesin kapal dengan desain modern. Didukung oleh 2 Volvo penta diesel engine (with out put 1100hp), kapal ini mampu melaju dengan kecepatan hingga 17 knots. Area wisata ini dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu (pukul 10.00 WIB s/d 18.00 WIB) semenjak sepekan kedatangannya di Tanjung Priok – Jakarta. Sebelum memasuki kapal Götheborg, masih ada yang patut dikunjungi semacam acara pengantar. Acara pameran ini memampang sejarah kapal Götheborg di papan berderet panjang lengkap dengan lukisan dan foto-foto klasik abad ke-18. Semuanya bisa dinikmati dengan GRATIS. Momen yang tidak setiap tahun bisa dikunjungi ini, telah menjadi peristiwa pariwisata yang unik bagi perayaaan ulang tahun ke-479 kota Jakarta yang telah lalu.
(Tulisan ini telah dimuat di sebuah majalah wisata yang berkantor di Jakarta)
Writer: Ayu N.Andini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment