Thursday, June 07, 2007

Hidangan Kegemaran Asli Betawi

Dahulunya, kota ini disebut Batavia. Sekarang dikenal sebagai Jakarta. Penduduk aslinya yang keturunan Betawi, kini lebih banyak menghuni daerah pinggiran-pinggiran kota. Tapi segala hal yang khas, tetap melekat diingatan setiap orang.

Jakarta dan kesibukan orang-orang di dalamnya, Jakarta dan kepadatan di jalan raya, Jakarta dan debu-debu dari asap kendaraan, Jakarta dan segala kemajuan pembangunannya, tak urung membuat banyak orang berdatangan ke kota ini. Apa saja yang mereka cari? Selain keberuntungan dan segala macam peluang usaha, ada hal-hal lain yang membuat orang tak pernah menjauh dari Jakarta.

Salah satunya, hidangan-hidangan khas dari tanah Betawi ini. Tidak sedikit orang yang kerap mencari berbagai tempat di Jakarta untuk sekedar mencicipi dan menikmati seporsi nasi uduk, soto betawi, atau sop buntut. Karena banyaknya penggemar menu-menu asli betawi ini, maka tak heran jika menu-menu ini juga bisa ditemukan di tempat-tempat makan luar daerah Jakarta.

Sop Buntut Legendaris
Dari kebanyakan pengunjung Bogor Café di Hotel Borobudur Jakarta, selalu memesan menu Sop Buntut Legendaris. Sedapnya rasa Sop Buntut Legendaris telah menyebar ke segala penjuru lewat kabar berita dari mulut ke mulut. Pada awalnya, resep menu ini dibuat dengan konsep sajian yang asli Betawi. “Waktu itu, tahun 1979 saya ikut mendorong gerobak sop buntut ini di dalam restoran Hotel Borobudur Jakarta.

Menu ini sudah ada sejak tahun 1978. Kami menjualnya benar-benar seperti penjual sop buntut Jakarta yang selalu pakai gerobak dorong itu,” ujar Sugito, executive sous chef Hotel Borobudur Jakarta sambil mengenang sejarah Sop Buntut Legendaris di tempatnya bekerja selama ini. Bahkan pada saat Hotel Borobudur Jakarta di renovasi tahun 1995 s/d 1997, restorannya tetap dibuka untuk memenuhi keinginan konsumen.

Sugito menjelaskan, “Sejak hotel ini di renovasi pada awal tahun 1995, dan tidak beroperasi selama kurang lebih 2 tahun. Sebetulnya pada masa renovasi itu, restorannya tetap melayani pembeli, terutama untuk melayani tamu-tamu garden wing. Itu tamu-tamu dari apartemen yang ada di sekitar sini. Karena ruangannya belum terlalu luas, kami hanya bisa melayani 20 s/d 30 orang. Penggemar sop buntut kami tetap ada. Dan ketika selesai masa renovasi, orang-orang selalu menanyakan keberadaan menu ini.”

Pada masa-masa renovasi hotel, ada beberapa tempat makan yang berusaha meniru resep sop buntut ini. Bahkan Sugito melihat bahwa di lokasi Jakarta Pusat juga ada yang menjual menu dengan nama Sop Buntut Borobudur. Akhirnya pihak Hotel Borobudur Jakarta pun sepakat untuk menamakan menu ini menjadi Sop Buntut Legendaris. “Banyak yang menyukai menu ini. Bahkan ada yang sengaja datang ke Jakarta hanya untuk makan sop buntut di sini,” ungkap Sugito. Bayangkan saja, setiap harinya Bogor Café membutuhkan sekitar 200 kg buntut sapi segar untuk memenuhi keinginan penggemar menu ini.

Apa yang menjadikan menu ini begitu istimewa bagi para penggemarnya? Sugito berbagi rahasia resepnya kepada TC. Ia memaparkan bahwa trik-triknya ada pada awal proses perebusan buntut sapi. “Buntut sapi yang jadi bahan dasarnya, dikuliti dan dipotong-potong. Lalu dimasukkan ke dalam air mendidih. Setelah kita memasaknya dengan air mendidih sebanyak tiga kali pengulangan, buntutnya sudah lunak dan agak matang. Gantikan airnya dengan mendidih yang baru. Dengan api kecil, buntut sapi direbus pelan, sambil memasukkan bumbu-bumbunya. Jahe, merica, garam, cengkeh, dan bubuk pala. Tambahkan daun bawang dan wortel. Tujuannya untuk menambah aroma,” jelasnya.

Menu Sop Buntut Legendaris disajikan hangat dengan taburan bawang goreng, daun bawang, daun seledri, dan beberapa iris tomat di dalamnya. Lebih nikmat ditemani dengan pelengkapnya. Setangkup nasi, sedikit sambal, acar ketimun, dan bubuhi juga perasan air jeruk nipis ke dalam Sop Buntut Legendaris, sesuai selera.

Soto Betawi dan Pletok Betawi
H. Rano Karno, pemiliknya yang seniman berdarah betawi ini adalah juga pemeran film Si Doel Anak Betawi pada era tahun 1979-an. Si Doel Anak Betawi, memang jadi acuan simbol bagi konsep di Waroeng Si Doel. Waroeng Si Doel yang berlokasi di kawasan Kafe Tenda Semanggi, Jakarta Pusat memberikan suasana yang serba Betawi. Mulai dari warna pada ruang-ruang makannya yang tiga lantai ini, didominasi oleh warna kuning terang dan hijau daun. Ubin ruangan pun dipilihkan dari jenis ubin yang klasik.

“Setiap pengunjung yang sudah lanjut usia menginjakkan kakinya di ubin Waroeng Si Doel, pasti langsung menyatakan bahwa mereka seperti sedang berada di dalam rumahnya pada zaman dulu,” ucap Arman, supervisor Waroeng Si Doel. Desain menu yang ada di sini sebenarnya berusaha memenuhi selera semua pengunjung. Ada menu asli Betawi, ada menu American style, Japanese style, dan Chinese style.

Dari semua deret menu, ada menu utama yang dipertahankan untuk tetap ada dan disajikan pada para tamu. Selain Sop Buntut dan Nasi Uduk, ada Soto Betawi dan Pletok Betawi yang menjadi menu utama di sana. “Karena ini konsepnya Betawi, jadi menu-menu utamanya juga dipilihkan dari menu asli Betawi,” ucap Sarno, chef di Waroeng Si Doel. Soto Betawi, menu yang banyak dijual di berbagai tempat makan di Jakarta dan di luar Jakarta.

Tapi Soto Betawi yang ada di Waroeng si Doel, punya aroma yang khas. “Secara prinsip, semuanya memang hampir sama. Cuma beberapa cara pembuatannya saja yang agak berbeda. Tentang darimana aroma khasnya, menurut saya, itu karena ketika semua bumbu yang dihaluskan di sauted hingga matang dan mengeluarkan aroma yang wangi,” ungkapnya.

Menurut penuturannya, resep Soto Betawi di sana menjadi unggul karena tambahan bumbu jinten dan beberapa helai daun jeruk didalamnya. Daging, paru-paru, dan babat sapi, sebelumnya telah cukup matang direbus di tempat terpisah. Kemudian setelah ditiriskan dari air rebusan pertama, potongan daging, babat dan paru-paru sapi ini dimasukkan ke dalam air santan kelapa yang telah dibubuhi bumbu. Jika telah mendidih dan matang, menu ini disajikan dengan beberapa pelengkap. “Konsumennya bisa punya pilihan, ingin dihidangkan dengan nasi atau dengan lontong,” ujar Sarno. Soto Betawi Waroeng si Doel juga disediakan sesuai keinginan para tamu. “Pilih saja isi sotonya. Jika tak suka dagingnya, bisa pesan isi soto pakai babat dan paru saja. Atau sebaliknya jika tidak ingin paru dan babat, kami juga bisa sediakan menu ini dengan isi daging sapinya saja,” tegas Arman.

Tak banyak berbeda dengan Sop Buntut Legendaris, menu Soto Betawi ini juga dihidangkan hangat di atas meja makan para tamunya, lengkap dengan taburan bawang goreng, daun seledri, daun bawang, dan emping. Di plat kecil terpisah, disediakan pula sambal soto dan acar ketimun.

Dari menu utama, kita beralih ke menu minuman khas Betawi dari Waroeng Si Doel. Namanya, Pletok Betawi. Sebutan ‘pletok’ diambil dari bunyi yang timbul ketika minuman ini diracik. Resepnya pun diperoleh dari hasil riset tim Waroeng Si Doel. Mereka harus menyisir ke daerah-daerah yang berpenghuni orang-orang Betawi asli, untuk menemukan resep asli minuman khas Jakarta. Risetnya dimulai pada akhir tahun 1995.

“Tidak terlalu lama, cuma butuh waktu tiga bulan saja, akhirnya kami temukan resep asli minuman Pletok Betawi ini di daerah Kampung Melayu,” tutur Dedy Karniadi, peracik minuman di Waroeng Si Doel. Konon, minuman ini adalah minuman kegemaran orang-orang Betawi. Namun sekarang sudah sangat jarang yang menjualnya. Untuk di Jakarta saja, kemungkinan besar hanya di Waroeng Si Doel yang menyediakannya. Karena nara sumber mereka untuk resep asli Pletok Betawi, telah lama meninggal dunia.

“Dulunya, beliau juga menjual minuman ini di Kampung Melayu. Disebutnya penjual ‘Aer Aus’. Salah satunya ada Pletok Betawi. Pertama kali saya minum di sana, Pletok Betawi diminum dingin dengan es batu. Waktu diracik, dikocok bersama es batu itu hingga berbunyi ‘pletok..pletok’. Namanya juga Pletok Betawi,”ungkapnya. Para tamu yang datang, banyak memuji minuman ini. Selain tak ada tempat lain yang menjualnya, rasanya pun belum punya bandingan.

Minuman dengan cita rasa rempah-rempah ini sudah punya tempat di hati penggemarnya. Pletok Betawi, berwarna merah dalam cangkir. Di permukaan airnya diberi taburan kacang tanah panggang. Aromanya harum rempah-rempah, rasanya manis dan hangat. Dedy memaparkan, “Campuran rempah-rempah yang ada didalamnya itu, ada kayu secang, jahe, serai, biji kapu laga, pala, cengkeh, kayu manis, dan cabe jawa.

Menurut mereka, kayu secang ini juga baik untuk mengatasi asam urat dan masuk angin pada tubuh kita.” Minuman asli Betawi ini disajikan dalam dua variasi. Dingin dan hangat. Setiap pemesan bisa meminumnya kapan pun. Nikmatnya tak dibatasi oleh cuaca. Jakarta, kota yang telah ratusan tahun berdenyut dan menghidupi jutaan orang di dalamnya. Ada banyak cara untuk menikmati kota yang berusia 479 tahun ini. Beberapa sajian makanan dan minuman asli Betawi ini, hanya sekelumit tanda yang siap membawa semua orang untuk berkenalan dan menjadi akrab dengan Jakarta.

Tulisan ini telah dimuat (tahun 2006) di sebuah majalah pariwisata yang berkantor di Jakarta.

Writer: Ayu N. Andini

No comments: