Tuesday, August 01, 2006
Cerita Pak Yasin
Malam itu, tanggal 16 Juli 2006 ada acara penutupan Jakarta Fair di Arena PRJ. Ketika sudah tiba waktunya, masih banyak teman-teman wartawan yang berdiri di depan gerbang masuk Panggung Utama. "Belum boleh masuk," kata salah satunya. Alasan yang dibilang, karena koordinator bidang pers belum datang. Ada beberapa lelaki berbadan gembur berjaga-jaga di depan pagar masuknya itu. "Mau nunggu sampe shubuh, nih?" Saya mengerutu setelah aksi ngotot dari saya rada di cuekin oleh para lelaki berbadan gembur itu. Lalu saya berjalan ke arah mobil merah besar yang parkir tak jauh dari sana. DINAS PEMADAM KEBAKARAN.
Ada Pak Yasin yang temani saya ngobrol. Dari penuturannya, para kru yang terlibat dalam acara ini dapat fasilitas gratis berkunjung ke Jakarta Fair. "Tapi, teman saya yang anggota kepolisian dan bantu jaga di sini juga, beberapa hari yang lalu ajak istrinya yang lagi hamil gede datang ke sini. Niatnya memang mau ajak istrinya jalan-jalan. Tapi semua pintu menolak. Mereka berdua, "dilempar-lempar" dari pintu masuk yang satu ke pintu yang lain, sampai istrinya menyerah dan akhirnya mereka terpaksa harus bayar tiket masuk ke sini. Semuanya jadi sulit karena sebelum kejadian itu, ada beberapa kru lain yang bawa keluarganya 2 truk penuh dan masuk gratis ke sini. Sejak itu, pengawasan jadi lebih ketat. Ah, daripada dibuat jadi sulit begitu, lebih baik kami bayar tiket masuk aja deh."
Dibalik laporan "sukses" Jakarta Fair yang tahun ini mencatat raupan keuntungan hingga 560 miliar rupiah dengan data jumlah pengunjung sampai pada angka 2,51 juta orang, masih banyak sisi-sisi lain yang tak tersentuh.
Bagaimana dengan keluhan beberapa kru panitia tentang menu makan mereka (yang didapat dari jatah konsumsi panitia/kru), lebih sering dengan lauk tahu dan tempe? Bagaimana dengan sampah-sampah yang "diproduksi" selama acara ini berlangsung? Karena dari ratusan tong sampah, salah satunya bisa penuh hanya dalam waktu 10 menit. Bagaimana pula dengan keluhan Pak Yasin? Tak ada yang sampai ke telinga Ibu Ketua Panitia Jakarta Fair 2006. Semoga tulisan ini bisa terbaca.
Writer : Ayu N. Andini
Ada Pak Yasin yang temani saya ngobrol. Dari penuturannya, para kru yang terlibat dalam acara ini dapat fasilitas gratis berkunjung ke Jakarta Fair. "Tapi, teman saya yang anggota kepolisian dan bantu jaga di sini juga, beberapa hari yang lalu ajak istrinya yang lagi hamil gede datang ke sini. Niatnya memang mau ajak istrinya jalan-jalan. Tapi semua pintu menolak. Mereka berdua, "dilempar-lempar" dari pintu masuk yang satu ke pintu yang lain, sampai istrinya menyerah dan akhirnya mereka terpaksa harus bayar tiket masuk ke sini. Semuanya jadi sulit karena sebelum kejadian itu, ada beberapa kru lain yang bawa keluarganya 2 truk penuh dan masuk gratis ke sini. Sejak itu, pengawasan jadi lebih ketat. Ah, daripada dibuat jadi sulit begitu, lebih baik kami bayar tiket masuk aja deh."
Dibalik laporan "sukses" Jakarta Fair yang tahun ini mencatat raupan keuntungan hingga 560 miliar rupiah dengan data jumlah pengunjung sampai pada angka 2,51 juta orang, masih banyak sisi-sisi lain yang tak tersentuh.
Bagaimana dengan keluhan beberapa kru panitia tentang menu makan mereka (yang didapat dari jatah konsumsi panitia/kru), lebih sering dengan lauk tahu dan tempe? Bagaimana dengan sampah-sampah yang "diproduksi" selama acara ini berlangsung? Karena dari ratusan tong sampah, salah satunya bisa penuh hanya dalam waktu 10 menit. Bagaimana pula dengan keluhan Pak Yasin? Tak ada yang sampai ke telinga Ibu Ketua Panitia Jakarta Fair 2006. Semoga tulisan ini bisa terbaca.
Writer : Ayu N. Andini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment