Sunday, July 29, 2007

Farewell Party


Waktu itu, aku lari-lari
di tengah pematang sawah
di belakang rumah nenekku
di Banjaran, Kabupaten Bandung sana. Haha..
Agak sulit menyusuri jalan pematang yang sekecil itu, dengan tubuh gempalku.
Kakiku masih mungil waktu itu. Usiaku, masih 3 tahun.

Waktu itu, ayahku memanggilku pulang,
tapi aku cengar cengir...sambil pegang-pegang ujung daun-daun padi..
Lalu ayahku berjalan mendekat...
Waaaaa..aku cepat-cepat berlari.. Kami tertawa sama-sama..
Lalu dia berhasil menangkap tubuh gempalku.
Dan ibuku memotret aku dan ayahku
di tengah pematang sawah..

Rinduku pada ayahku sudah memuncak...
Tak cukup lagi hanya memandang nisannya..
Tak henti doa kuucap untuknya...
Aku ingin memeluknya..
Kepada siapa aku menuntaskannya?
Bagaimana aku menuntaskannya?
Tuhanku,...berikan cara untukku!


Writer : Ayu N. Andini
Photo by Ayu N. Andini
Tittle : Being Central

Saturday, July 28, 2007

Pesta Untukmu, Anak Indonesia


Perayaan puncak Hari Anak Nasional 2007 yang melibatkan sekitar 6.000 anak, digelar oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga di Dufan, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.

HAN 2007 juga diperingati di berbagai tempat secara mandiri. Satu di antaranya, oleh Komnas Perlindungan Anak di Jakarta. Peringatan Hari Anak Nasional 2007 dirayakan di sana tanggal 19 Juli 2007. Panitianya nota bene para aktifis di lingkungan Komnas Perlindungan Anak, Jakarta. Tamu istimewa yang ditunggu-tunggu pada hari itu, tak lain adalah anak-anak jalanan yang diundang datang dari daerah Depok, Jawa Barat dan PKBM Kurnia di Kramat Jati, Jakarta. Jumlahnya ada 100 anak. Dari mulai yang usianya masih 5 tahun s/d 18 tahun. Kedatangannya ke tempat perayaan, tak sendiri-sendiri tapi berbondong-bondong, didampingi pembina/pembimbingnya masing-masing. Komnas Perlindungan Anak mendadak ramai hari itu.

Pagi itu acara dibuka dengan Ngopi Bareng Komnas Perlindungan Anak dan rekan-rekan dari berbagai media massa. Di sana, masalah-masalah anak Indonesia dikuak dan dibahas sekilas. Komnas Perlindungan Anak meninjau ulang tema Hari Anak Nasional versi pemerintah tahun 2007 ini. Dalam lembaran siaran persnya, disebutkan : bermaknakah Hari Anak Nasional (HAN) 2007 terhadap kompleksitas persoalan anak yang melanda negeri ini?

Bagaimanapun, Komnas Perlindungan Anak dengan segera melakukan upaya refleksi dan memilih merayakan HAN 2007 bersama selingkup kecil anak-anak jalanan. Sebagian anak yang kurang beruntung dan dimarginalkan ini, hingga kini tak mampu tertangani dengan baik oleh pemerintah.

Anak-anak Indonesia sesungguhnya dirundung berbagai masalah. Namun, bagaimana pun, anak-anak tetap anak-anak. Mereka tetap melompat riang, bernyanyi, tersenyum, dan tertawa lucu ketika Kak Seto naik ke panggung, memainkan boneka-bonekanya serta mengajak anak-anak jalanan ini bergembira sama-sama. Selain dihibur, anak-anak ini juga dapat ransum makan siang, kue-kue, dan bingkisan-bingkisan dari penyelenggara acara.

Walaupun hanya sebentar saja, tapi mereka diberi hak untuk itu. Untuk bergembira sebagai anak-anak. Esok, mereka kembali pada kehidupan keras di jalan. Menjadi penyapu kereta api, menjadi pengamen jalanan, tukang ojek payung, pemulung, penjual koran, dan banyak lagi.

Yusuf, anak jalanan yang putus sekolah. Usianya kini 18 tahun. Ia datang dari Depok untuk ikut rayakan HAN 2007 di Komnas Perlindungan Anak hari itu. Sekarang ia sedang meneruskan SMAnya di Yayasan Bina Insani Mandiri (YABIM), Depok. “Disini sekolah gratis. Saya juga jadi tukang bersihin sekolah saya sendiri di SMA YABIM Depok. Dulu, saya sempat jadi tukang sapu di kereta. Sekarang saya mau nerusin sekolah. Saya juga ingin, teman-teman saya sesama anak jalanan bisa menyadari pentingnya pendidikan untuk masa depan. Saya mau jadi polisi, mbak,” ucapnya sambil senyum malu-malu.

Ia hanya segelintir kecil anak jalanan yang punya harapan. Walau sedikit yang termotivasi, tapi ini bisa jadi modal besar untuk mengajak anak-anak lainnya emnggantungkan cita-cita setinggi langit.

Tulisan ini telah dimuat di sebuah majalah khusus bertema sosial, dan berkantor di Jakarta.
Baca juga liputan lengkap Hari Anak Nasional 2007
Writer : Ayu N. Andini
Photo by Ayu N. Andini
Tittle : The Wings of Hope

Wednesday, July 25, 2007

Spektakuler tapi Tidak Terlalu Istimewa


Umurnya sudah kolot.
Sekitar 400an tahun lebih.
Udah banyak yang mati gara-gara kurang makan di sini.
Udah banyak yang kalah dan menyerah di sini.
Udah banyak yang dibunuh preman di kota ini.
Udah banyak yang diculik dan diperas di sini.
Udah banyak yang jadi korban perampokan di kota ini.

Mungkin karena keberatan nama dan status, Jakarta jadi begini.
Ibu kota negara. Tempat utama kunjungan kenegaraan, ya di sini juga.
Apakah mereka yang jadi penghuni asli Jakarta
juga bangga punya kota yang se-semrawut ini?
Nggak tau juga, aku belum pernah bikin angketnya.
Tapi kayaknya kalo ditanya betah atau nggak, mereka akan lebih banyak menjawab begini:
"Yaaaa..gimana ya? Saya lahir di sini, besar di sini, cari uang di sini.
Nyaman? yaaaa..gimana yaa?"
Haha...pasti mereka tak punya pilihan.

Apakah yang sekarang jadi penduduk Jakarta,
juga mengenal kota ini sebaik dia mengenal kota lainnya?
Jawabnya, belum tentu.
Jakarta, misterius.
Segala sesuatu bisa terjadi di sini.

Saya bisa bilang kota ini metropolis norak,
karena gayanya yang setengah-setengah.
Membuat image metropolis, tapi nanggung banget.
Jadi..mmmm..rasanya, seperti orang pacaran
yang cuman pandangan mata doang. Nggak ciuman, nggak pelukan.

Katakanlah...sepertinya kurang afdol.

Maka nya, gaya metropolisnya jadi norak.
Ya..maaf juga kepada para pendukung gerakan metropolis di kota ini.
Anda-anda ini memang pribadi yang urban.
Jadi..memang tak akan bisa jadi afdol.

Kota ini seharusnya menjadi kota tempat orang-orang pekerja keras.
Tapi budaya "anak titipan" dan sogokan untuk masuk ke sebuah perusahaan, woooo..di Jakarta, jangan di tanya. Buanyaaak...!!

Tapi buat yang masuk dan terseleksi resmi
untuk dipanggil dan bekerja di kota ini, ya..selamat!!!
Ini memang kota buat kalian. Buat kita.
Maka habiskan waktu kalian untuk jadi profesional jempolan.
Karena Jakarta sudah memanggilmu untuk datang menjelajahi tubuhnya.

Welcome to Jakarta!!!
Be Brave..!!!
Untuk Ojie dan Michael


Writer: Ayu N. Andini
Image are created by image chef

Wednesday, July 18, 2007

How can I pretend that I don't now what's going on?

Di Bandung, kota sejuk yang nyaman itu, masih juga banyak anak-anak gelandangan di setiap simpang jalan dan lampu merah pusat kotanya. Yang ngamen, yang minta-minta, yang nge-lap kaca mobil, banyak..!

Di Jakarta? Jangan tanya. Gelandangan yang kategorinya paling lengkap memang ada di sini. Dari manusia yang umur 1 hari sampai kakek nenek jompo juga ada.

Waktu hari Sabtu (14/7/2007) kemarin saya liputan di Ancol, banyak anak-anak yang tampak "bersih" penampilannya, dikawal lengkap oleh orangtua mereka, jalan-jalan di Pasar Seni. Lalu singgah buat ikutan lomba menggambar di sana. Antusiasnya bukan main! Saya tidak pernah lupa dengan binar matanya Beatrice, anak umur 3 tahun yang sibuk mewarnai waktu itu.

Sebenarnya, anak-anak gelandangan juga punya binar mata yang sama ketika mereka antusias menerima uang kertas ribuan rupiah dari tangan kita.
Kadar pola pikirnyanya sungguh seperti jurang dan pegunungan. jauuuuhhh..banget!

Penanganan pemerintah untuk anak-anak Indonesia yang kurang beruntung ini, memang terkesan terpenggal-penggal. Depsos sibuk ama kampanye hak kesejahteraan hidup bagi anak. Depdiknas sibuk sendiri dengan program Wajib Belajar 9 Tahun dan program BOS nya. Departemen Kesehatan, sibuk sorangan ngurusan kebutuhan gizi anak-anak ini.

Bayangkan, ada 3 departemen yang mengurusi hak anak. Belum lagi, ditambah dengan LSM-LSM Perlindungan Anak. Hmmm..banyak ya! sayangnya, mereka sibuk sendiri-sendiri, berlomba-lomba bikin program unggulan supaya dapet perhatian presiden dan perhatian dunia. Biasaaalaahh..egoisme Departemen masing-masing kan pasti jadi motivator kuat untuk masalah ini.

Sementara itu, program bantuan yang datang luar negeri, udah pasti lebih bagus. Tapi banyak dicurigai juga mengambil keuntungan "terpendam". Jadi, mustinya cara paling jitu adalah kurangi angka kelahiran dan pikirkan biaya pendidikan dan biaya hidup yang jadi hak anak itu. Jika belum bisa terpenuhi, jangan "bikin" anak duluuuuuu.

Jangan lagi pake semboyan ,"Banyak anak, banyak rejeki."
Kuno banget sih looo..!!! Pikirkan juga secara berimbang tentang hak anak-anak kalian nantinya. Supaya Indonesia tidak terlalu lama jadi negara konsumen dan negara produsen yang terjajah terus menerus.

Untuk anak-anak Indonesia, "Selamat hari Anak Nasional, semoga kalian menjadikan Indonesia lebih baik lagi, lebih trendy lagi, dan lebih berkuasa atas separuh lebih wilayah Asia Tenggara."

Catatan: yang disebut sebagai anak adalah (manusia usia 0 s/d 17 tahun).


Writer : Ayu N. Andini

Monday, July 16, 2007

Menjaga Diri dari Diriku Sendiri


Udah pasti kenal dengan yang namanya bahaya laten. Itu, bahaya yang datangnya dari dalam. Seperti musuh dalam selimut. Seperti duri dalam daging. Seperti cabe rawit yang ditaruh di dalam tahu goreng. Mulus dari luar, tapi sekali gigit, ah...pedas!

Ketika aku tahu bahwa Tuhan tidak pernah membocorkan rahasia tentang potensi diri setiap manusia, aku mafhum. Karena jika semuanya terlalu sadar akan hal itu, akan terjadi perang dunia ke-3, ke-4, dan ke-5, mungkin yang ke-6 sekarang.


Iya!! Karena ketika semua manusia sangat sadar pada kelebihan-kelebihan yang ia miliki, ia akan dilahap mentah-mentah oleh instingnya sendiri. Manusia kan lekat dengan image "tak pernah puas". Ada sebagian efek positif yang akan terjadi, tapi akan terjadi peristiwa kanibalisme besar-besaran.

Lihat aja, toko-toko yang pasang tulisan besar-besar "DISKON 70%", tau kan, rekasi apa yang akan terjadi? belanja sepuasnya, sampe duitnya cekak, cuman cukup buat ongkos taksi pulang ke rumah.

Ketika setiap manusia sadar pada kelebihan-kelebihan yang dianugerahkan Tuhan pada dirinya, itu letaknya seperti pada labirin tipis. Karena sesuatu yang sangat terkenal akan menjadi batas bahwa tak semua hal harus kita mengerti. Itu, namanya TAKDIR.

Ada banyak rahasia di sana. ketika kita sadar, kita bisamembaca, apa yang ada dipikiran kita? Akan ada banyak rahasia yang terungkap! Tapi tidak untuk yang satu itu. TAKDIR, jadi rahasia yang dipegang teguh Tuhan bagi semua ciptaannya. Aku percaya itu. Takdir itu penuh dengan rencana-rencana Tuhan, yang cuma diketahui Tuhan. Mungkin malaikat cuma bisa mengintip aja. Tidak benar-benar tahu persis.

Aku jadi paham, karena ternyata tak ada manusia yang diijinkan bisa membaca dan memahami dirinya sendiri. Tuhan hanya menginjinkannya sebanyak mmm... 50% kira-kira. Tidak bisa lebih. Sisanya, jadi tugas manusia lain untuk bisa membaca dan memahaminya. Itu sebabnya kita punya sahabat, teman dekat, pacar, istri, suami, ibu, ayah, anak, cucu, kakek, nenek kita sendiri. Bahkan mungkin ada sebagian kecil mmm..10% nya jadi jatah dukun-dukun dan paranormal yang dibayar utk meramal, membaca dan memahami.

Memang butuh cermin, untuk bisa paham tentang diri sendiri. Dulu, saya pernah dengar tentang Lacan, yang banyak bicara tentang mirror effect. Ah..tapi bisa gila, baca bukunya.

Masing-masing dari kita mungkin sadar potensi, setelah kita bekerja. Dan dikontrak secara profesional. Dibayar gajinya tiap bulan. Karya atau kerjaan dihargai dengan karir dan upah. Itu, pemahaman yang berjalan di sini. Di tempat yang fana ini.

Hmm...bagaimana kita bisa paham tentang kedalaman keinginan kita sendiri?
Aku merasakannya sekarang seperti menyelam ke kedalaman laut, lalu masuk ke palungnya yang entah....seperti tak pernah ada dasarnya yang bisa kuraba.

Apakah cita-cita menjadi batas dari semuanya? Lalu bagaimana dengan harapan-harapan orang yang menyayangi kita? Apakah itu juga menentukan dan membentuk keinginan-keinginan kita? Mau ditaruh dimana mereka?
Bagaimana membuat mereka mengerti aku? Bagaimana membuatku mengerti mereka? Karena ternyata, ada bahaya yang sedang mengancamku. Itu, diriku sendiri..!!! Aku butuh orang lain untuk membantuku mengendalikannya. Tapi tak ada yang kulihat menoleh padaku, saat ini. Semuanya sibuk dengan potensi dirinya masing-masing.


Writer : Ayu N. Andini
Photo by Ayu N. Andini

Tittle : Power of Nature 01

Friday, July 13, 2007

Improvisasi Kesuburan



Air mencacah batu menjadi belah
Akar menembus dinding menjadi retak
Daun tertidur di tanah, namun tak lantas merusaknya.

Aku datang ke sini, punya janji ketemu dengan daun-daun di pelataran parkir
Aku me-lap keringatmu, lantaran hatiku berjanji pada tubuh dan otakku.
Aku mengingat semua yang pernah kulupa,
karena aku tak ingin kembali ke masa lalu.

Walau aku menanti usia seperti pohon jati
Setelah cukup umur, akan ditebang.
Walau aku menanti usia seperti pohon karet
Setelah cukup umur, baru pantas ditoreh.

Aku menantimu seperti laut.
Yang rindu angin, bunyi kapal, tebaran jala nelayan, dan datangnya ribuan ikan di dalamku.

Aku menjelma menjadi samudera kecil.
Kosong dan sepi.
Menanti alam memberi dayanya padaku.

Sekarang, aku jadi merpati yang terbang padamu.
Cuma ingin sampaikan surat.
Katanya isinya penting, buatmu.
Surat ini dari masa lalu..
Tapi aku datang dari masa depanmu.
Lalu kutaruh surat untukmu ke dalam botol.
Kularungkan ke samudera.
Maaf, sudah kubuang.
Mungkin kamu sedang menungguku,
Maaf, aku tidak bisa datang.
Ada meeting merpati pos antar negara.

Pagi ini, aku jadi demonstran
bergerombol berjalan kaki ke istana negara.
Aku memakai penutup wajah supaya tak mudah dikenali
Aku membawa spanduk bertuliskan : SELAMAT ULANG TAHUN!!!
Aku juga berteriak keras-keras :HAI..SEMOGA PANJANG UMUR YA!!! AKU SELALU BERDOA, TUHAN AKAN MELINDUNGIMU!!!

Tapi tak kulihat dirimu
yang kini masih senang menyapa masa lalumu.

Happy birthday, honey..
I really don't know about what you want from me..

Writer : Ayu N. Andini
Photo by Ayu N. Andini
Tittle : The Print of Nature

Thursday, July 12, 2007

Menjadi Rahasia


Aku pernah tak paham tentang rahasia.
Yang pertama kali aku tahu, ada sesuatu yang tak terpahami. Dan itu hanya dipahami orang lain di luar diri dan tubuhku.
Dan bagi yang tahu ini, tak juga ingin membaginya denganku.

Sejak itu, aku sering memuaskan pikiran-pikiranku dengan kegiatan "mencari tahu". Lalu, tiba-tiba aku menjelma menjadi anak kecil yang sangat banyak bertanya. Seperti ketika pertama kalinya aku mengintip ibuku menangis tersedu-sedu di dalam kamar, sendirian. Kudekati dia, kupeluk dia, dan aku ikut menangis. Kutanya padanya, "Ada apa, ma?"

Tapi, tak pernah ada jawaban. Esoknya, aku tidak melihatnya menangis, tapi aku melihatnya tak bercakap-cakap lagi dengan ayahku. Wajah mereka, kecut bagiku. Tapi aku bertanya, "Kenapa, pa?
Dan tidak lama kemudian, ada bunyi piring pecah di ruang makan. Ibuku lari masuk ke kamar. Ayahku berdiri tegak, semua makanan di piringnya sudah berantakan di lantai.
Aku tidak paham, kenapa tak ada pertanyaanku yang ingin mereka jawab.

Tapi beberapa hari kemudian, kulihat mereka seperti hari-hari yang biasa. Bercakap-cakap saat makan siang dan makan malam, lalu ayahku menanyakan kegiatanku di sekolah. Dan kami tertawa bersama, waktu nonton video rekaman disko bola yang ayahku simpan di kaset VHS nya.

Akhirnya aku paham, karena jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku hanya untuk mereka berdua saja.
Dan bukan buatku, perempuan kecil, usia sembilan tahun.

Itukah yang namanya rahasia? Apakah rahasia adalah sesuatu yang punya rasa, bau, dan dapat kurasakan halus kasar permukaannya? Bagaimana rupanya rahasia itu? Kapan aku bisa berahasia? Waktu itu, aku punya banyak pertanyaan. Tapi kusimpan saja, buatku. Apakah aku juga sudah berahasia? Apakah berahasia itu membuat dosa? Waktu itu, aku belum tahu.

Sekarang, aku menjadi si rahasia.
Yang digelapkan. Yang disembunyikan. Yang tak terkatakan.

Jangan tanya bagaimana rasanya menjadi si rahasia.
Karena aku akan menjawab:
rasanya seperti ditiup angin dingin musim kemarau.
rasanya seperti di tampar-tampar oleh gerimis.
rasanya seperti pohon karet yang ditoreh-toreh dan disadap getahnya,
lalu ditinggal jika getahnya mengering...

(karena menjadi rahasia, membuatku tak ingin melanjutkan hidupku terlalu lama..)


Writer : Ayu N. Andini
Photo by Ayu N. Andini
Tittle: Lonely

Thursday, July 05, 2007

Ikan, Hewan yang Menarik


Minggu kemarin, ada beberapa peristiwa yang akhirnya menarikku dan seniorku (Mang Rudi)untuk meliput ke sebuah tempat menarik di Sumedang. Sebenarnya, tempat ini cuma kolam pemancingan biasa. Tapi untuk orang-orang yang pertama kali datang kesana, goshhhh! Kalau dilukiskan sebagai manusia, tempat ini charming be'eng.

Namanya, Clomgado Indah. Bunyi bahasanya tidak terdengar lazim. Konon katanya, itu memang nama daerah tempat kolam pemancingan ini. Udaranya, nyaris mirip dengan Lembang. Untuk yang kuliah di Jatinangor tapi belum pernah dateng ke sini, huuuuu....rugi!

Letaknya diapit dua bukit kecil. Lokasinya ada di kecamatan Cimanggung, Tanjung sari. Nggak perlu bayar mahal untuk dateng kesini (kecuali untuk beli bensin atau bayar ojek) karena jarak dari jalan masuk ke Parakan Muncang cukup jauh. Sekitar 5 KM.

Di sana, kita cuma dikenakan biaya jika telah memperoleh hasil pancingan. Jika tidak, ya nggak usah bayar. Gratis. Ikan hasil pancingan ini bisa langsung dimasak di sini. Per kilo nya dikenakan lagi biaya olahan sebesar Rp 24.000,-. Tinggal pilih menunya mau digoreng atau dibakar?

Kalau tidak punya alat pancing, di sini bisa pinjam. Umpannya juga ada. Siap memancing, kan????!


Writer : Ayu N. Andini
Photo by Ayu N. Andini